Pilkada dan Pertumbuhan Ekonomi Bangka Belitung
PERHELATAN politik lima tahunan di Bangka Belitung tinggal menghitung hari. Pesta demokrasi melalui pemilihan kepala daerah untuk memilih gubernur dan wakil gubernur, wali kota dan wakil wali kota, serta bupati dan wakil bupati secara serentak pada 27 November mendatang. Beberapa pertanyaan masyarakat awam mulai menggelitik di berbagai perbincangan tentang besaran biaya yang dikeluarkan para pasangan calon dalam berkampanye. Belum satu pun pasangan calon mengungkapkan berapa besaran dana yang dikeluarkan ketika mengikuti kontestasi tersebut.
Ada pasangan calon yang memang sudah dari awal mulai melakukan aktivitas ekonomi belanja kampanye kebutuhan logistiknya untuk kebutuhan kampanye dan segala bentuk operasional dalam mewujudkan kemenangan dari kontestasi tersebut. Namun, terdapat strategi lain yang digunakan yaitu dengan mengeluarkan biaya yang besar hanya ketika mendekati hari H pencoblosan tentunya hal tersebut sah-sah saja dilakukan.
Kondisi secara riil di daerah jelang pilkada biasanya akan ada pengeluaran atau konsumsi untuk kegiatan kampanye yang mendorong pertumbuhan ekonomi dari belanja pilkada. Namun, data statistik Bangka Belitung menunjukkan hingga triwulan III pertumbuhan ekonomi Bangka Belitung masih pada angka yang paling rendah sewilayah Sumatra, bahkan secara nasional. Sejatinya dampak pilkada mampu mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan konsumsi pemerintah, konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (LNPRT), serta konsumsi rumah tangga.
Fenomena dinamika pertimahan sepertinya masih memberi dampak bagi pertumbuhan ekonomi Bangka Belitung. Tata kelola pertimahan sudah mulai diatur dengan aturan yang diharapkan menguntungkan bagi daerah dan masyarakat.
Dari sisi indeks harga konsumen di beberapa wilayah yang menjadi responden bahkan terjadi deflasi, yang artinya bahwa dengan harga barang-barang yang stabil pun daya beli masyarakat Bangka Belitung masih lemah. Kondisi ini signifikan dengan pertumbuhan ekonomi yang juga cenderung melambat, karena proporsi konsumsi menjadi pendorong utama dalam pembentuk angka pertumbuhan ekonomi.
Merujuk kepada rilis BPS pada triwulan III, bahwa kontribusi terbesar lapangan usaha di Bangka Belitung masih didominasi oleh sektor industri pengolahan (21,23 persen), sektor pertanian (19,87 persen), dan sektor perdagangan (14,93 persen), namun sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan mengalami perlambatan. Saat ini angka pertumbuhan ekonomi tetap tumbuh meski dalam situasi dinamika pertimahan yang belum stabil. Konsumsi maupun daya beli masyarakat yang masih melemah dan tingkat pengangguran terbuka yang pada bulan Agustus 2024 naik 0,78 persen dibandingkan dengan bulan Februari 2024.
Mendasari data yang dikeluarkan oleh Survei KPK dan LIPI, yang dipublikasikan di Kompas.com bahwa biaya yang dibutuhkan untuk mencalonkan diri sebagai bupati atau wali kota sebesar Rp20 miliar-Rp30 miliar, sedangkan gubernur atau wakilnya membutuhkan modal Rp100 miliar. Jika hal tersebut nyata adanya, tentu akan memberikan dorongan yang sangat signifikan bagi pertumbuhan ekonomi daerah. Ada sisi belanja yang dilakukan pada masa persiapan, kampanye, dan sampai pada hari pelaksanaan.
Hanya saja, sampai dengan triwulan III, kondisi tersebut belum berdampak pada angka pertumbuhan ekonomi Bangka Belitung. Idealnya sejumlah sektor ekonomi berpotensi tumbuh di saat pesta demokrasi dilakukan. Seperti perdagangan ritel, sektor industri pengolahan, dan sektor transportasi, termasuk dalam kategori yang akan mendapat dorongan yang tinggi pada saat kegiatan politik yang meningkat.
Harapan terhadap gubernur terpilih tentunya Bangka Belitung mampu bangkit, terutama dalam hal perekonomian. Bagaimana Bangka Belitung dapat kembali mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen yang hampir setara dengan harapan pertumbuhan ekonomi nasional, yaitu antara 4,7-5,5 persen. Tantangan ekonomi di tingkat lokal dan nasional makin menguat di tengah ketidakpastian ekonomi global. Apalagi kita mengetahui bahwa hingga saat ini pertumbuhan ekonomi Bangka Belitung masih mengandalkan potensi lokal based on commodity sebagai fokus utama.
Potensi peningkatan nilai tambah atas dorongan penyelenggaraan pilkada di Bangka Belitung mampu menjadi asa untuk memupuk penguatan bahwa pertumbuhan ekonomi triwulan IV akan dapat tumbuh lebih baik. Kita harus meyakini bahwa kondisi ekonomi Bangka Belitung yang terlihat dari daya beli masyarakat, tingkat konsumsi, nilai ekspor, jumlah investor, dan nilai investasi, serta penyerapan tenaga kerja yang terakomodasi dalam angka pertumbuhan ekonomi akan mengalami percepatan laju pertumbuhan yang lebih baik.
Memang, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pun menilai bahwa pada tahun 2024 ini pilkada serentak tidak berdampak signifikan pada pertumbuhan ekonomi. Di mana anggaran untuk pilkada serentak 2024 telah mencapai Rp36,61 triliun per 23 Agustus 2024, atau 97 persen dari total Rp37,52 triliun dan belum terlihat mampu mengungkit pertumbuhan ekonomi. Namun, dampak pilkada terhadap laju pertumbuhan ekonomi tentunya berbeda-beda bergantung besaran ekonomi dan kekuatan dari masing-masing pemerintah daerah dan masing-masing kekuatan ekonomi para pasangan calon peserta pilkada. Asa yang tinggi kita gantungkan pada seluruh kepala daerah yang akan terpilih dalam hajatan besar 27 November 2024, Bangka Belitung Bangkit dan Ekonomi Pulih. (*)
Berita lainnya
FEB UBB dan DPMD Basel Sepakati Perjanjian Kerja Sama: Sinergi Penguatan Desa di Bangka Selatan
Penandatanganan PKS antara FEB UBB dan Dinas Koperasi & UMKM Babel: Perkuat Sinergi Pendidikan dan Pemberdayaan Ekonomi Daerah
FEB UBB dan FISB Unmuh Babel Teken MoA: Meneguhkan Sinergi Pendidikan Tinggi di Bangka Belitung
FEB Award Memperingati Hari Ibu tahun 2024
Pilkada dan Pertumbuhan Ekonomi Bangka Belitung
Local Taxing Power dan Pembangunan Berkelanjutan
Gerakan Intelektual FEB Menulis ke-2 tahun 2024
1st International Conference of Economics, Management, Accounting, and Business Digital
Menelaah Fenomena Doom Spending di Kalangan Milenial dan Gen-Z Indonesia dari Kacamata Marketing